Skip to main content

Serigala Merah Part 8



Bayangan Yesa menghilang dalam gelap. Ruangan ini mendadak sepi. Hanya terdengar suara kipas angin tua dan suara detak jantungku sendiri. Tiba-tiba Andi berdiri dari tempat duduknya, berjalan menujuku. Sesampainya di depanku dia hanya tersenyum kemudian menatap Rina dan Kevin.
“Apa kalian mau melanjutkan permainan ini?” Suara Andi sangat datar dan dingin.
“AKU PENGEN PULANG! AKU PENGEN PULANG!” Rina berteriak ke arah Andi. Mukanya sangat pucat, semangatnya sudah hilang, dia hanya ingin pulang.
“Kalau kamu berhenti sekarang, bisa saja setelah ini kamu kehilangan Kevin. Yesa hanya ingin balas dendam, dendam yang dia bawa sampai mati” Jawab Andi menuju arah Rina.
“Aku yakin tidak Cuma Rina yang ingin pulang ke rumah, tapi kalian semua. Kita hanya perlu mencari senior kita yang sudah berbuat jahat kepada Yesa. Tidak sampai di situ, kita juga cari Robet karena dia juga bertanggung jawab atas Serigala Merah” Andi berjalan mengelilingi bangku kami. Menyentuh pundak kami satu persatu.
“Oke, maumu sekarang apa? Kita sudah lelah dengan semua hal bodoh ini” Kevin berbicara. Sudah terlalu lama dia diam, terlalu lama dia diselimuti rasa ketakutan.
“Yesa akan terus mengawasi kita. Jadi sebelum aku memberi rencana ini kepada kalian, ada hal yang perlu kalian tahu bahwa kalian harus menyelesaikan ini. Jangan pernah punya pikiran untuk kabur, karena Yesa tak ingin dikecewakan lagi” Langkah Andi berhenti di depan Kevin. Menatap tajam memberi peringatan kepada Kevin agar tak punya pikiran untuk kabur.
Aku, Rina, dan Kevin saling melempar tatapan. Tak ada waktu dan tak ada guna jika kami berdebat antara mengikuti permainan ini atau tidak. Jalan terbaik adalah menyelesaiakan permainan ini dengan cara mengikuti rencana Andi. Sepakat atau tak sepakat kita cuma bisa pasrah.
“Yang sudah aku habisi adalah Ilham, berarti kurang Rio, Toni, Rudi, dan Robet. Mereka sudah pasti sekarang ada di kampus ini karena mereka adalah senior kita. Tapi kita tidak mungkin membunuh mereka bersamaan karena kita tak mungkin mau melihat semua yang ada di kampus ini mengecap kita sebagai pembunuh. Jadi sudah dua tahun aku merencanakan ini, aku sudah mempelajari setiap bangunan kampus ini sebelum masuk menjadi mahasiswa kampus ini” Andi melihat kami satu per satu, layaknya sebagai pemimipin operasi rahasia dia tidak seperti Andi yang punya penyakit jantung.
“Kalian pakailah ini, selain untuk menutupi wajah kalian ini juga bersejarah untuk Serigala Merah” Andi memberikan kami satu per satu topeng yang terbuat dari kertas. Topeng yang sama dibuat oleh mahasiswa yang hilang dalam ruang kelas.
“Terus kita bunuh mereka dengan apa? Tangan kosong? Kita keroyok?” Kevin mulai kesal.
“Kita hanya menyiapkan proses kematian untuk mereka. Selanjutnya adalah tugas Yesa yang akan menghabisi mereka” Jawab Andi dengan santai yang terlihat seperti membunuh adalah kebiasaannya.
“Oke rencana awal seperti apa?” Tanyaku kepada Andi dan Andi langsung menatapku.
“Kita jebak langsung 2 orang sekaligus, Rio dan Toni. Mereka selalu bersama jadi ada kesempatan untuk menghabisi mereka secara bersamaan. Rencananya adalah Kevin dan Rina keluar dari gedung ini. Cari mereka berdua dan giring mereka masuk ke lantai dua gedung ini. Mereka berdua doyan banget sama wanita, jadi mungkin Rina akan lebih berperan kali  ini” Jawab Andi dengan senyum liciknya.
“JANGAN KURANG AJAR!!! KAMU PIKIR RINA WANITA MURAHAN!!!” Teriak Kevin dengan tangan menarik kerah baju Andi, dan Andi hanya membalas dengan senyum.
“Terserah kamu Kevin, kamu ingin melihat mereka tersiksa di sini dengan hal-hal yang tidak masuk akal manusia normal? Atau kamu ingin menjalankan permainan ini dan bersikap professional agar semua ini segera berakhir? Semua pilihan dan tindakan ada di tanganmu” Andi membuat Kevin semakin kesal. Kevin melepaskan genggamannya di kerah baju Andi dan teriak mengerang sangat keras sekali.
“Sudah, sudah!! Kevin denger!! Aku sudah capek, aku yakin bisa. Aku bukan wanita murahan, aku lebih pintar dari pada itu. Kamu harus percaya aku” Rina coba menenangkan Kevin dan sepertinya di otak Rina sudah ada ide untuk menjebak Rio dan Toni.



Sekitar 5 menit Aku dan Andi memberi kesempatan Rina dan Kevin bicara berdua. Entah untuk menyusun rencana atau untuk saling menenangkan. Aku menatap Andi, tatapannya tertuju kepada Kevin dan Rina yang sedang berdebat.
“Apa soal kamu punya penyakit jantung itu hanya sandiwara?” Entah apa yang aku tanyakan, aku hanya mencoba agar di samping Andi seperti ini tak terasa dingin.
“Tidak, aku memang punya penyakit jantung. Dan malam ini penyakit jantungku sedang bersahabat untuk melakukan balas dendam” Andi tidak menatapku ketika menjawab pertanyaan. Tatapannya masih tertuju di Rina dan Kevin.
“Apa hubunganmu dengan Yesa? kenapa kamu begitu peduli dengannya?” Mulutku dan nyaliku rasanya lagi brengsek-brengseknya, tak mau menahan rasa penasaran.
“Kebenaran harus dibuka. Yang gelap harus menjadi terang. Bagimanapun caranya” Andi tidak menjawab pertanyaanku dengan benar. Menurutku jawabannya ini hanya pengalihan saja. Dan kali ini mulutku tak bisa menolak jawaban itu dan hanya mengiyakan jawabannya saja. Mungkin nyaliku takut untuk membuat dia marah.
Ingin menanyakan beberapa pertanyaan lagi tetapi Rina dan Kevin sudah kembali dari saling debatnya dan menunjukan paras setuju untuk memulai rencana Andi. Kemudian Andi berjalan, baunya wangi padahal tubuhnya penuh keringat dan darah. Kami mengikuti Andi keluar gedung perpustakaan menuju lantai bawah. Selama perjalan aku tak menengok ke belakang ke arah Rina dan Kevin. Aku hanya menguping pembicaraan mereka. Yang aku dengar mereka sedang membicarakan rencana yang akan dilakukan. Sesampainya di lantai bawah mereka masih saling berdebat. Aku mulai tidak yakin dengan mengirim mereka berdua keluar gedung ini akan bisa membawa masuk Rio dan Toni.
Sesampainya di depan pintu lantai bawah, Andi membukakan pintu dan berpesan apa pun yang terjadi dan bagaimana pun caranya kalian harus membawa Rio dan Toni masuk ke sini. Andi juga mengingatkan mereka untuk tidak punya pikiran kabur karena Yesa akan selalu mengawasi langkah kalian.
Pintu ditutup kembali oleh Andi. Andi menggandeng tanganku, aku gemetar. Tangannya sangat dingin. Dia hanya berkata “Aku ingin bicara banyak denganmu”. Andi mengajakku duduk di tangga lantai satu. Aku duduk di sampingnya, wajahnya mulai bersahabat dan dia tampak begitu kelelahan. Dia menggenggam tanganku sangat erat, dia menangis. Aku bingung, aku tanya kenapa tapi dia enggan menjawab.
“Aku takut, aku takut” Andi berulang kali mengucap itu. Aku semakin bingung, apa yang terjadi dengan Andi?
“Andi udah jangan nangis dan jawab kamu kenapa?” Aku peluk Andi, kali ini dia bukan andi yang punya senyum licik seperti di atas atau Andi yang tega membantu Yesa untuk membunuh seseorang.
“Mer, maaf kalau aku membuat kalian semua sengsara. Aku juga tak ingin begini, tetapi aku tak bisa menolak” Suara Andi sangat pelan, bercampur tangisan menjadi sulit didengar.
“Udah Ndi, jangan nyalahin diri sendiri. Aku sampai sekarang juga masih bingung dengan semua ini. Aku juga nggak nyangka kamu bisa ngelakuin semua ini” Aku mencoba menenangkan Andi dengan harapan dia berhenti menangis dan bisa menjelaskan lebih banyak yang sedang terjadi.
Dan kelihatannya omonganku berhasil. Andi diam dan tak menangis, tubuhnya kembali duduk dengan tegap di sampingku. Dia melepaskan genggamannya dan mulai berdiri kemudian menyuruhku memakai topeng yang sudah diberikannya tadi.
“Sebelum Rina dan Kevin kembali, mari kita siapkan proses kematian untuk Rio dan Toni” Yang awalnya sudah cukup tenang ketika melihat Andi menangis, tiba-tiba tubuhku kembali gemetar. Rasa-rasanya aku ingin melihat Andi menangis lagi karena itu lebih bersahabat untukku saat ini.
Aku menuruti perkataan Andi. Aku pakai topeng itu, Andi pun juga. Dia berjalan mengajakku ke lantai dua dan masuk ke dalam salah satu ruangan. Di meja ruangan tersebut aku melihat sudah tesusun rapi Boneka, sebotol air, dan jarum beserta benang.
“Kita tunggu di sini, Yesa akan menuntun Rina masuk ke sini” Andi sangat yakin bahwa Rina dan Kevin akan menemukan keberadaan kami di sini.
Selang beberapa lama terdengar suara orang berjalan dan tertawa-tawa menaiki lantai dua. Terdengar suara wanita dan beberapa suara pria. Aku sangat yakin suara wanita ini adalah Rina, tetapi aku tak bisa menebak suara pria-pria tersebut. Ruangan ini lumayan besar, mungkin ada sekitar 50 bangku. Aku dan Andi duduk bersila di pojok ruangan. Andi menundukan kepala dari tadi, aku tak bisa melihat raut wajahnya karena kita sama-sama menggunakan topeng.



Akhirnya gerombolan yang tertawa-tawa tadi masuk ke ruangan. Pintu ruangan tiba-tiba tertutup rapat. Aku mengintip dari sela-sela bangku. Aku melihat kedua pria itu mencoba membuka , tetapi aku tak melihat Rani. Apakah Rani yang menutup pintunya dari luar? Kemudian lampu ruangan yang menyala mulai redup dan berubah menjadi berwarna merah. Andi memberiku tanda untuk berdiri.
“Selamat datang Rio dan Toni, apakah kalian sehat?” Tanya Andi kepada Rio dan Toni. Terlihat Rio dan Toni masih mencoba membuka pintu tetapi tak berhasil.
“WOY KAMU SIAPA? KAMU NGGAK TAU SIAPA AKU? BANGSAT!!” Salah satu dari mereka mencoba berteriak melawan. Mereka memang pemberani. Aku melihat wajah mereka marah tanpa ada rasa ketakutan.
“Aku sangat kenal kamu Rio. Aku mencari kamu setelah Yesa menceritakan semua perbuatanmu terhadapnya. Malam itu kamu begitu bahagia menyiksa Robet dan memperkosa Yesa. Bukan Cuma perasaan sukamu terhadap Yesa yang bertepuk sebelah tangan karena Yesa lebih memilih Robet dari pada kamu. Tetapi aku di sini ingin balas dendam dan menghentikan yang sudah kamu mulai, yaitu Serigala Merah” Rio dan Toni saling menatap, wajah sangar mereka mendadak hilang berubah menjadi pucat.
Belum sempat mereka melakukan pembelaan atau menjelaskan sesuatu, tiba-tiba bangku di ruangan ini melayang dan satu per satu menghantam tubuh mereka. Mereka tersungkur di lantai, tetapi tak henti-hentinya bangku-bangku tersebut menghantam secara bergantian hingga bangku-bangku tersebut menutupi tubuh mereka. Secara perlahan bangku-bangku itu bergerak dengan sendirinya kembali ke tempat asal dan sangat rapi seperti semula. Andi menggandeng tanganku dan berjalan menuju Rio dan Toni yang sudah tak bergerak di lantai. Andi menghentikan langkahnya dan aku melihat Rio dan Toni mengerang kesakitan. Tubuh mereka berdua terangkat dengan sendirinya, melayang hingga menempel di papan tulis. Andi berjalan menuju meja yang aku lihat tadi ada boneka, sebotol air, dan jarum beserta benang.
Andi mengambil jarum dan benang, berjalan menuju Rio dan memegang bibir Rio kemudian menusuk bibirnya. Aku lihat Rio ingin berteriak tetapi genggaman Andi sangat mistik seperti membuat Rio hanya pasrah membiarkan mulutnya dijahit.
“Bantu aku” Andi menatapku. Menyuruhku untuk membantu menjahit bibir Toni. Aku menggelengkan kepala, aku mencoba mundur. Tetapi tiba-tiba tubuhku bergerak sendiri berjalan menuju meja tempat jarum dan benang. Aku ingin berteriak tetapi mulutku juga ada yang menahan sangat rapat. Aku berjalan pelan menuju Toni, sudah aku coba untuk melawan tetapi percuma. Kekuatanku mendadak hilang dan seperti ada yang menggantikan. Sampainya di depan Toni, aku melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Andi yaitu menjahit mulutnya. Aku bertatapan langsung dengan Toni, aku bisa merasakan keringatnya yang terus keluar, darah yang menetes deras dari kepalanya karena dihantam bangku-bangku tadi, dan aku juga bisa melihat air mata ketakutan mohon ampun. Aku pun hanya bisa menangis. Aku mencoba tak melihat Toni dan membuang tatapanku tetapi tak bisa. Yang mengendalikanku memaksa untuk melihat proses menjahit.

Dimana Rina? Tiba-tiba aku kepikiran Rina dan Kevin. Aku yakin suara wanita yang aku dengar tadi adalah Rina. Tetapi aku tak melihat dia sama sekali. Pikiranku buyar ketika darah Toni mulai mengalir ke sikuku. Air matanya bercampur darah, dia tak bergerak. Apakah dia pingsan karena tak kuat menahan sakit? Atau apakah dia mati? Dan kalau dia mati, apakah aku seorang pembunuh? 

Comments

Popular posts from this blog

Lagu Cover Keren Di YouTube

Entah kena angin apa tiba-tiba pengen menulis ini. Nggak papa ya, itung-itung berbagi informasi. Belakangan tahun ini Youtube lagi rame personal bahkan band ngover lagu orang dengan versinya sendiri. Ada yang lagu Pop dibikin Metal ada juga lagu metal yang dibikin bernuansa syahdu. Nah aku mau share beberapa lagu yang menurutku keren coverannya dan mungkin bisa jadi favorite kalian juga. Nggak usah lama-lam yuk cus cint... Boyce Avenue ganteng-ganteng, cari pacarnya pasti gampang Siapa sih yang nggak tau Boyce Avenue. Band Rock asal Amerika ini pasti banyak orang yang ngira satu orang doang, tapi ternyata mereka ini bertiga dan semuanya bersodara. Alejandro Luiz Manzano, Daniel Enrique Manzano, dan Rafael Fabian Manzano ini salah satu band yang terkenal karena cover-cover'an mereka di YouTube. Video coverannya sendiri sudah mencapai ratusan. Tapi ada beberapa coveran mereka yang aku suka: Photograph - Ed Sheeran (Boyce Avenue feat. Bea Miller acoustic cover) K

Pake Foto Bang Sandi Buat #PrankDioxjep

Siapa sih orang Indonesia yang nggak kenal Bang Sandi ini. Selama kampanye Pilgub DKI ini doi selalu memberi kita para netizen ide untuk membuat meme atau berbagai konten humor. Semua tingkah laku Bang Sandi yang tertangkap kamera selalu bisa bikin ketawa. Entah itu disengaja Bnag Sandi atau memang Bang Sandi ini suka bercanda. Nah semalem entah dapet ide dari mana tiba-tiba pengen nge-prank mantan dengan salah satu foto Bang Sandi. Dan berikut adalah kumpulan prank yang aku anggap paling lucu dari #PrankDioxjep semalam, cekidot: Telat Sadar @Ayyu_Amelia berhasil nge-prank @alfinmulyanaa. Si Mas Alfin udah terlanjur bilang sayang dan baru sadar ketika lihat Twitter. Hahahaha.. Sebuah Prinsip Kalau dilihat @kyydp_ sedang nge-prank gebetannya dan mereka belum pernah ketemu. Dan si mbak memberi jawaban yang mungkin bisa membuat @kyydp_ bergegas untuk bertemu. Karena ada lampu hijau tuh sob! Dibajak Waktu baca ini aku ngakak nggak pake spasi

Serigala Merah Part 9

Akhirnya jari-jariku sedikit bisa dilemaskan, jarum yang aku pegang terjatuh. Kakiku mulai bergetar. Melihat di depanku ada dua sosok tubuh yang tak bergerak. Aku bingung, aku ingin lari. Tetapi aku begitu takut dengan kematian. Aku takut nafsu membunuh Andi muncul lagi ketika melihatku mendadak berlari mendobrak pintu ruangan ini. “Di mana Rina dan Kevin?” Aku masih memikirkan mereka berdua. Aku sangat khawatir dengan nasib mereka. Aku kepikiran dengan ancaman Andi. Apakah mereka berdua mencoba melarikan diri? Apakah mereka berhasil melarikan diri? Atau mereka sudah tergeletak tak berdaya atau bahkan tak bernyawa? “Aku juga tidak tahu. Yang pasti jika mereka tidak kembali berarti mereka melanggar permainan ini” Andi berjalan mendekatiku. Di balik topeng itu membuat Andi menjadi sosok yang terlihat lebih kejam dari pada sebelumnya. Aku hanya diam. Tak berani menanyakan lebih lanjut keberadaan Rina dan Kevin. Posisiku sekarang terlalu lemah dan bingung. Untuk menolong d