Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Terlambat Menjadi Kita

Sore hari ditutupi awan hitam yang membuat senja iri. Sehari bersama membuatku sadar bahwa ada ungkapan "Jatuh cinta pada pandangan pertama". Aku tahu datangku terlambat, dan aku tak ada niat membuat hubunganmu dengan dia menjadi terhambat. Tapi semalaman kamu ceritakan tentang kepedihan, sakit hatinya yang tak pernah berkesudahan.  Apa yang kamu cari dari dia?  Seseorang yang membuatmu jatuh cinta tapi sering membuat basah mata.  Apa yang kamu banggakan dari dia? Seseorang yang kamu rasa sempurna tapi perjuangannya hanya membuatmu terlena. Mungkin memang kita baru bertemu, dan salah jika terlalu berharap kamu. Aku hanya meminta satu permintaan; beri aku jalan terang agar bisa aku tunjukkan apa yang disebut bahagia tanpa ada hati yang perang.  Aku memang terlambat. Tapi di akhir cerita aku ingin ada bahagia di kita.  Aku memang terlambat. Tapi di akhir bahagia, ada kamu dan aku yang akhirnya menjadi kita.

Bapak, Ibu dan Restu

Bapak dan Ibu tersayang, aku sudah mengenal anak kalian lebih jauh dari pada yang terbayang. Kami pun sadar ada perbedaan, bukan beda status sosial atau pun budaya. Tapi sering kali perbedaan kita menjadi pertengkaran saat kalian membahasnya. Maaf kan kami yang mungkin kalian anggap melanggar, tapi cinta dan saling melengkapi yang membuat hubungan ini lebih tegar.  Bukan persoalan siapa yang durhaka atau siapa yang memaksa. Tapi mungkin ini sudah jalan yang di Atas, kita dipertemukan dengan harapan perasaannya saling membalas.  Saya berterima kasih untuk anak Anda, karena dia perbedaan bisa menjadi senada. Karena dia juga perbedaan bisa melengkapi tak pernah mengada-ada. Bapak dan Ibu tercinta, hubungan ini bukan sebatas manis di kata. Hubungan ini serius ingin kami urus. Kami berjanji biar urusan Agama menjadi urusan masing-masing yang bukan urusan bersama.  Bapak dan Ibu yang terhormat, tundukku untuk Anda, semoga restu segera turun agar tidak ada lagi tangis

Banggaku Tunduk

Hari-hari masih seperti biasa, menjalankan kegiatan yang sama saja. Waktu tidak akan berhenti berputar, seperti ego kita yang semakin mengakar. Karena ego seperti menanam pohon bernama "menyesal", di akhir cerita kita petik buah dengan hati kesal.  Aku sudah kehilangan kabarmu dan aku dengar dari sekitar hidupmu tak jauh dari kata jemu. Berbeda dengan kita dulu, tak ada sedikitpun ada kata keluh. Karena dulu cinta menjalankan segala, sekarang materi sudah begitu sesak memenuhi kepala. Tapi aku menghargai setiap keputusan, walau akhirnya kamu sering mengeluh menyesal.  Tenang, ini tak akan lama, kamu orang baik dan Tuhan tak akan selalu memberimu hidup yang merana. Aku menyanyangimu, doa baik selalu tak lupa aku sebut untuk kamu. Sekarang lawanlah dunia, hingga kamu bisa tertawa di akhir usia. Banggaku sempat memilikimu. Seperti apa pun dirimu sekarang, kamu tetap seperti laut yang membutuhkan karang. Laut adalah dunia dan karang adalah kamu; seberapa