Skip to main content

Serigala Merah Part 9



Akhirnya jari-jariku sedikit bisa dilemaskan, jarum yang aku pegang terjatuh. Kakiku mulai bergetar. Melihat di depanku ada dua sosok tubuh yang tak bergerak. Aku bingung, aku ingin lari. Tetapi aku begitu takut dengan kematian. Aku takut nafsu membunuh Andi muncul lagi ketika melihatku mendadak berlari mendobrak pintu ruangan ini.

“Di mana Rina dan Kevin?” Aku masih memikirkan mereka berdua. Aku sangat khawatir dengan nasib mereka. Aku kepikiran dengan ancaman Andi. Apakah mereka berdua mencoba melarikan diri? Apakah mereka berhasil melarikan diri? Atau mereka sudah tergeletak tak berdaya atau bahkan tak bernyawa?
“Aku juga tidak tahu. Yang pasti jika mereka tidak kembali berarti mereka melanggar permainan ini” Andi berjalan mendekatiku. Di balik topeng itu membuat Andi menjadi sosok yang terlihat lebih kejam dari pada sebelumnya.
Aku hanya diam. Tak berani menanyakan lebih lanjut keberadaan Rina dan Kevin. Posisiku sekarang terlalu lemah dan bingung. Untuk menolong diriku sendiri saja aku tak bisa apa lagi untuk membantu Rina dan Kevin. Aku hanya berdoa dalam hati, semoga mereka baik-baik saja.
“Duduklah sini, mereka belum mati, mereka hanya pingsan. Kita tunggu mereka sampai bangun” Andi duduk di salah satu bangku. Dan mengajakku duduk di sampingnya, menunggu orang yang pingsan tanpa berbuat apa-apa. Ini kejam.

Aku duduk di samping Andi. Aku buka topengku, tetapi Andi tidak setuju. Aku dipaksa untuk memakainya lagi. Dia memberi alasan jika mereka tiba-tiba bangun, Andi tak ingin mereka mengenaliku. Aku menurut saja kata Andi karena semua kendali situasi ini seperti di tangan Andi. Bernafas menggunakan topeng membuatku tambah sesak. Udara di dalam ruangan juga sangat panas. Keringat bercampur darah membasahi bajuku.
Tiba-tiba aku menoleh ke arah Andi. Dia menangis sesenggukan. Hal yang terjadi di tangga lantai satu terulang kembali, Andi menangis dan tak berkata apa-apa. Aku tanyakan pertanyaan yang sama seperti di tangga lantai satu. Dia tak menjawab, hanya terus menangis. Air matanya membasahi topeng kertas itu.

“Aku pembunuh, tapi bukan mauku. Aku gagal meyakinkan mereka. Aku gagal membuat kalian semua aman” Andi berbicara dalam tangisnya. Tapi tetap saja aku tak paham apa yang sedang dia bicarakan. Seperti halnya sewaktu di lantai satu, dia berbicara ngelantur tanpa makna. Yang terdengar hanyalah ungkapan penyesalan. Aku berpikir keras, otakku dipaksa semalaman terbiasa dengan banyak teka-teki. Aku mencari benang merah dari semua yang dibicarakan Andi.
“Ayo paksa mereka bangun. Masih banyak tugas yang harus kita selesaikan” Tiba-tiba tangisnya berhenti. Aku seperti melihat dua sisi Andi yang berbeda. Terkadang dia menjadi sosok yang kejam dan bengis, tetapi dalam hitungan detik dia bisa berubah menjadi sosok yang sangat lemah dan sangat mudah menangis.

Andi berdiri menuju meja di depan. Yang tersisa Cuma tinggal boneka dan dua botol air. Andi mengambil dua botol air itu dan membawanya ke tempatku duduk.

“Ini air apa?” Aku bertanya ke Andi, menanyakan isi air dalam botol ini. Aku takut botol ini berisi racun yang harus aku minum. Kalau pun Andi mengatakan isi botol ini bukan racun dan harus aku minum, aku akan memilih mendobrak pintu ruangan ini dan berlari secepat mungkin. Karena aku akan memilih mati dalam usaha dari pada mati konyol karena menuruti orang yang tak aku kenal lagi.
“Ini air garam, bantu aku mengguyur mereka dengan air ini. Tanganmu sepertinya juga kuat untuk memukuli mereka” Andi sudah benar-benar gila! Aku dipaksa dia untuk memukuli Toni dan mengguyurkan air garam ini.
“Sudah cukup! Kalau kamu mau menyiksa mereka lakukan sendiri! Aku nggak mau jadi goblok dan jadi tak tau belas kasihan gara-gara permainanmu!” Aku melawan dan menolak. Aku berdiri dan aku serahkan lagi botol yang sudah diberikan kepadaku.
“Jadi kamu mau permainan ini tak pernah selesai? Kamu mau semua ini sia-sia? Aku kira kamu akan lebih berani dari Rina dan Kevin” Andi kecewa karena aku melawan.
“IYA AKU MEMANG PEMBERANI DARI KAMU! AKU LEBIH BERANI DARI KAMU KARENA AKU LEBIH BISA BERPIKIR LAYAKNYA ORANG NORMAL DARI PADA KAMU!” Mendadak keberanianku bertambah 1000 kali lipat. Aku berlari ke arah pintu dan aku dobrak pintu kayu tersebut. Pintu itu berhasil aku dobrak, mungkin kali ini keberuntungan berpihak kepadaku.
Aku sempat terjatuh setelah mendobrak, aku langsung berdiri, rasa sakitnya tak aku rasakan. Aku lebih merasakan andrenalin yang terpompa sangat kencang dan hanya mau menuruti kaki yang ingin berlari. Tapi aneh, aku menengok ke belakang tetapi Andi tak mengejarku sama sekali. Dia seperti kehilangan hawa membunuhnya. Aku menuruni tangga lantai dua, berharap setiap langkahku tepat agar aku tak terjatuh. Tiba-tiba dari lantai dua terdengar suara teriakan “LARI!!!” suara itu suara Andi. Waktu seperti berjalan lambat, penyebabnya adalah otakku berusaha keras merangkai setiap omongan ketika Andi menangis. Dia begitu menyesal sewaktu menangis, dia seperti sudah berusaha semaksimal mungkin agar semua kegilaan ini tidak menimpa Aku, Rina, dan Kevin. Belum sempat aku menemukan jawabannya, pintu depan gedung ini sudah terlihat. Aku berhenti tepat di depan pintu tersebut dan ternyata tidak terkunci. Setelah berhasil keluar dari gedung pepustakaan, aku melanjutkan berlari. Pikiran pertama adalah menuju aula karena di sanalah para senior berkumpul. Aku akan meminta pertolongan mereka.



Sesampainya di depan aula dengan pintu yang terbuka lebar aku melihat ada beberapa orang di sana. Aku masuk ke dalamnya dan teriakan wanita memanggil namaku dengan histeris. Aku melihat wanita itu berlari menghampiriku, ternyata dia Rina. Aku peluk dia dalam tangisan, begitu juga Rina. Di saat aku berpelukan dengan Rina, ada dua orang yang menghampiri. Dia Mas Robet dan Kevin. Aku dibawa ke depan aula bersama mereka, memberiku air putih supaya tenang, membiarkanku bernafas dan menunggu aku bercerita apa yang terjadi.

“Aku ngga mau ke sana lagi, Andi menyiksa Mas Rio dan Mas Toni” Aku tak bisa menjelaskan dengan detail, nafasku masih berat untuk bercerita panjang.
“Tenangin dirimu sendiri dulu Mer, Rina dan Kevin sudah menceritakan apa yang terjadi di sana. Kita sudah membuat rencana untuk menyelamatkanmu. Tapi syukurlah kamu bisa meloloskan diri” Jawab Mas Robet mencoba menenangkan dan menjelaskan.
“Iya mas, Ayo kita panggil yang lain. Kita panggil senior yang lain” Ajakku agar kita tidak hanya berempat menuju gedung perpustakaan.
“Kamu ngga akan percaya Mer. Mendadak semua orang yang ada di kampus ini nggak bisa ngeliat kita” Muka Mas Robet terlihat lelah, begitu juga Rina dan Kevin. Hal ini mengingatkanku akan kejadian yang pernah aku alami sebelumnya. Di mana berkali-kali aku terjebak di dimensi yang berbeda tetapi dengan setingan tempat yang sama. Waktu itu tidak ada seorang pun yang mampu melihatku apa lagi mendengarku. Apa sekarang kita berempat sedang terjebak di hal yang sama?
“Sebelum kamu datang, kita sudah berkeliling mencari bantuan. Tetapi percuma orang-orang nggak ada yang bisa melihat kita” Kevin ikut berbicara. Muka gugup dan panik terlihat jelas di wajah Kevin.
“Oke, aku pernah mengalami hal seperti ini. Aku pernah di posisi orang-orang tak mampu mendengarku bahkan melihatku. Dan parahnya lagi aku menyaksikan kejadian-kejadian yang nggak ingin aku lihat. Aku pernah melihat mahasiswa baru tiba-tiba menghilang di ruangan lantai dua gedung perpustakaan, aku pernah melihat sosok menyeramkan yang tiba-tiba muncul di depan mataku, dan aku pernah melihat Mas Robet dipukuli hingga tak berdaya kemudian di hadapannya Yesa diperkosa secara bergantian” Air mataku jatuh lagi, hal-hal menyeramkan itu membuat dada ini sesak. Tampak Mas Robet kebingungan dengan apa yang aku bicarakan.
“Kamu tenang dulu. Kita di sini semua takut, itu pasti. Aku dari tadi juga berusaha mencari kalian tapi ada sesuatu yang membuatku hanya berputar-putar di sini. Iya aku terjebak di sini. Tapi di sana masih ada Andi dan kedua temanku. Bagaimana pun keadaan mereka kita harus menyelamatkan mereka. Walau kita hanya bersenjata keberanian tapi kita harus yakin untuk menyelesaikan ini. Ini semua permainan, kita peserta, dan setiap permainan pasti ada akhirnya” Mas Robet mendekatiku yang terus menundukan kepala karena air mata ini terasa berat.

Setelah aku dirasa sudah tenang, Mas Robet tak hentinya memberi motivasi kita agar berani kembali ke gedung perpustakaan. Akhirnya kita sepakat untuk kembali ke sana, dengan syarat tidak akan ada yang saling meninggalkan apa pun yang terjadi. Kita berjalan keluar aula, melewati perkemahan yang tampak ramai. Di tengah perkemahan ada bekas api unggun yang sudah padam. Percuma juga jika mereka aku panggil bahkan teriak-teriak karena mereka takan mampu melihat kita.
Sesampainya di depan gedung perpustakaan, Mas Robet dan Kevin saling melempar isyarat untuk membuka pintu melalui mata. Aku dan Rani disuruh tetap berada di belakang mereka. Perlahan-lahan pintu dibuka, udara sangat dingin berhembus dari dalam gedung ke luar gedung. Kita sudah berada di dalam gedung perpustakaan. Tanganku digenggam erat oleh Mas Robet, tangan Kevin sudah memegang erat tangan Rina. Terlihat di dekat tangga naik ke lantai dua ada bayangan sosok orang yang sedang berdiri. Kaku, dingin, dan kelihatannya tidak bersahabat. Kita berempat saling menatap, antara takut untuk medekati sosok itu dan kembali keluar atau nekat mendekat apa pun resikonya. Mas Robet menarikku, mengajakku mendekat. Dia seakan yakin sosok itu tidak berbahaya atau mungkin dia sudah pasrah, apa pun  yang terjadi akan dilewati. Kevin tak tinggal diam, dia dan Rina mengikuti langkahku dan Mas Robet. Selangkah demi selangkah membuat kencangnya detak jantung ini. Kaki rasanya lemas dan ingin menyerah, tetapi benar yang apa dikatakan Mas Robet bahwa permainan ini harus segera diselesaikan, kita sebagai peserta dipaksa mencoba tak menyerah.



Sudah sangat dekat dengan sosok tersebut. Kita sudah sangat dekat dan saling menatap. Mataku terbelalak, sosok itu adalah Andi. Andi dengan tangan terikat di belakang, kakinya pun juga terikat. Andi menangis tapi tak bersuara, ternyata mulutnya terjahit. Iya, benar-benar terjahit seperti Mas Rio dan Mas Toni. Tanganku bergemetar, tak berani mendekat. Mas Robet memegang badannya dan Kevin mulai melepas ikatannya. Mas Robet mendudukan Andi di tangga. Aku menangis di hadapan Andi, aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi. Mulutnya terjahit dan penuh darah, bagaimana dia akan menjawab.
Andi memasukan tangannya di saku belakang, sepertinya dia sedang mencari sesuatu. Kemudian dia mengeluarkan kertas dan pensil. Dia menuliskan sesuatu di kertas itu, kita berempat menunggu dengan gelisah.

HANYA INI YANG BISA AKU LAKUKAN, INI CARA AGAR KALIAN BISA SELAMAT. AKU SUDAH CUKUP MENYUSAHKAN. SERIGALA MERAH INGIN AKU TINGGAL DI SINI.
MER, AMBIL BUKU INI. BUKU INI AKAN MENJELASKAN SEMUANYA DAN MENUNTUN KALIAN PULANG. JANGAN IKUTI AKU, BALIK KE AULA DAN PULANGLAH.
SELAMAT TINGGAL SEMUA.

Kita berempat membaca pesan itu bersamaan dan Andi memberikan buku kecil yang dia keluarkan dari saku celana depan. Buku berwarna hitam polos dengan banyak bercak darah.
Kemudian Andi berdiri, menaiki tangga, aku menangis, berteriak memanggil namanya, dia hanya menoleh dengan mulut yang masih terjahit. Mas Robet dan Kevin menarikku. Menyeretku keluar menuju pintu depan. Sepertinya mereka sepakat dengan pesan yang diberikan Andi. Aku terus berteriak dan menangis. Aku yakin ini semua bukan mau Andi, ini semua hanya keinginan sepihak Andi agar kita baik-baik saja. Nyatanya hatiku hancur, kita memulai ini bersama dan terjebak bersama, seharusnya kita juga keluar ruangan ini secara bersamaan. Andi apa pun yang kamu lakukan ini bodoh, ini tidak nyata, seharusnya kamu bisa dan mau untuk melawan. Bukannya menyerah dan pergi layaknya pahlawan untuk kita begitu saja.



Comments

Popular posts from this blog

Lagu Cover Keren Di YouTube

Entah kena angin apa tiba-tiba pengen menulis ini. Nggak papa ya, itung-itung berbagi informasi. Belakangan tahun ini Youtube lagi rame personal bahkan band ngover lagu orang dengan versinya sendiri. Ada yang lagu Pop dibikin Metal ada juga lagu metal yang dibikin bernuansa syahdu. Nah aku mau share beberapa lagu yang menurutku keren coverannya dan mungkin bisa jadi favorite kalian juga. Nggak usah lama-lam yuk cus cint... Boyce Avenue ganteng-ganteng, cari pacarnya pasti gampang Siapa sih yang nggak tau Boyce Avenue. Band Rock asal Amerika ini pasti banyak orang yang ngira satu orang doang, tapi ternyata mereka ini bertiga dan semuanya bersodara. Alejandro Luiz Manzano, Daniel Enrique Manzano, dan Rafael Fabian Manzano ini salah satu band yang terkenal karena cover-cover'an mereka di YouTube. Video coverannya sendiri sudah mencapai ratusan. Tapi ada beberapa coveran mereka yang aku suka: Photograph - Ed Sheeran (Boyce Avenue feat. Bea Miller acoustic cover) K

Pake Foto Bang Sandi Buat #PrankDioxjep

Siapa sih orang Indonesia yang nggak kenal Bang Sandi ini. Selama kampanye Pilgub DKI ini doi selalu memberi kita para netizen ide untuk membuat meme atau berbagai konten humor. Semua tingkah laku Bang Sandi yang tertangkap kamera selalu bisa bikin ketawa. Entah itu disengaja Bnag Sandi atau memang Bang Sandi ini suka bercanda. Nah semalem entah dapet ide dari mana tiba-tiba pengen nge-prank mantan dengan salah satu foto Bang Sandi. Dan berikut adalah kumpulan prank yang aku anggap paling lucu dari #PrankDioxjep semalam, cekidot: Telat Sadar @Ayyu_Amelia berhasil nge-prank @alfinmulyanaa. Si Mas Alfin udah terlanjur bilang sayang dan baru sadar ketika lihat Twitter. Hahahaha.. Sebuah Prinsip Kalau dilihat @kyydp_ sedang nge-prank gebetannya dan mereka belum pernah ketemu. Dan si mbak memberi jawaban yang mungkin bisa membuat @kyydp_ bergegas untuk bertemu. Karena ada lampu hijau tuh sob! Dibajak Waktu baca ini aku ngakak nggak pake spasi