Skip to main content

Serigala Merah Part 7



“Mary bangun! Mary bangun!” seseorang memanggil namaku dan menggoyang-goyangkan badanku. Tapi mataku enggan untuk terbuka, dadaku masih terasa sesak. Suara-suara berisik dan panik seperti berputar-putar di kepalaku. Perlahan aku membuka mata, terlihat muka Kevin dan Rina yang begitu panik. Kevin menyuruhku duduk, pikiranku masih berat untuk mengingat apa yang terjadi. Badanku lemas dan aku melihat kakiku tak berbekas luka sedikit pun.  Aku sedikit lega, kali ini seseorang bisa melihat keberadaanku. Dan aku berharap semua yang aku lihat adalah mimpi, mimpi yang tak ingin aku ulangi lagi.
“Mary kamu ngga papa kan?” Tanya Rina dengan air mata yang terus mengalir.
“Aku pusing, aku habis mengalami kejadian aneh sekali” Jawabku dengan memegang kepala yang terasa berat.
“Kevin menggendongmu sampa sini, pintu ini terkunci. Pasti Mas Robet yang membawa kuncinya!” Teriakan Rina dipenuhi rasa benci yang melihat Mas Robet tega meninggalkan kita sekarang.
Aku melihat sekitar, ini adalah lantai satu gedung perpustakaan. Aku ada di depan pintu besar gedung ini. Kevin masih saja berusaha mendobrak, dan juga tak henti-hentinya dia berteriak meminta pertolongan. Sepertinya percuma, teriakan Kevin tertutup oleh suara hujan disertai petir di luar.
“Terus Mas Robet di mana sekarang?” Tanyaku dengan memegang pundak Rina.
“Di perpus, dia menyeruh kita turun membawamu. Dan ternyata pintu ini terkunci” Jawab Rina terengah-engah mungkin akibat turun dari lantai tiga sampai ke sini.
Angin pelan berhembus menggerakan rambutku, angin ini membuat hawa di sekitar semakin dingin. Bersamaan dengan datangnya angin, ada suara yang seperti melewati telingaku. Suara wanita itu berkata “Ayo naik ke atas, permainanmu belum selesai”.
“Kamu denger ngga? Tadi barusan ada yang ngomong” Tanyaku ke Rina dengan mata melotot.
“Ngomong apa? Dari tadi yang aku dengar cuma suara hujan di luar dan teriakan Kevin minta tolong” Rina balik menatapku, merasa aneh dengan pertanyaanku.
“Masak cuma aku yang denger? Tadi ada suara cewek yang nyuruh kita naik keatas, katanya permainan belum selesai” Mukaku tegang, aku teringat kejadian sebelum aku terbangun dari tidurku. Beberapa kali aku mendapatkan secarik kertas yang bertuliskan ajakan untuk bermain.
Aku berdiri, memegang pundak Kevin. Menyuruhnya berhenti berusaha mendobrak pintu gedung ini. Rina ikut berdiri, menggenggam erat tanganku. Pasti dia juga menyadari ada kecemasan di wajahku.
“Kenapa Mer?” Kevin berhenti mendobrak, dia seperti orang kebingungan dengan tingkahku.
“Ini semua ngga akan selesai kalau kita berusaha lari. Selama aku pingsan seperti kata kalian, aku mengalami beberapa kejadian yang nggak masuk akal tetapi saling berkaitan. Aku bukan penggemar hal-hal berbau ghaib seperti ini. Tapi ada keyakinanku bahwa semua ini adalah permainan yang harus kita selesaikan”. Aku mencoba menjelaskan kepada Rina dan Kevin. Aku berharap mereka tak berpikir aku sudah gila setelah pingsan. Tetapi aku yakin semua ini ada kaitannya.
“Iya, sebelum kita mengalami semua kejadian aneh ini, aku adalah orang yang pertama melihat makhluk-makhluk itu. Aku adalah orang yang melihat penghuni di sini. Aku tak pernah setakut ini, ada kekuatan jahat yang sangat membenci kita. Jadi memang kita harus menyelesaikan apa yang kita mulai” Rina menyetujui, tangannya sangat kuat menggenggam tanganku. Kevin hanya tetap diam, sepertinya dia masih mencoba mencerna apa yang kita bicarakan.
“Jadi kita harus balik ke atas? Mer di atas itu udah nggak ada yang beres! Mas Robet mungkin melarang kita untuk ke sana. Lebih baik kita nunggu di sini sampai Mas Robet dateng” Kevin menolak, akhirnya dia membuka mulut dan bertolak belakang dengan pendapat Rina.
Aku dan Rina diam dan saling melempar pandangan. Ada isyarat yang kita saling lempar bahwa aku dan Rina meyakini semua kejadian aneh ini ada kaitannya dan mungkin karena ulah kita.
“Yang, kalau kamu mau nunggu di sini silahkan. Karena aku sudah capek tersiksa gini, yang harus kita lakukan sekarang adalah melawan bukan diam” Rina menatap Kevin, genggamannya dilepaskan dariku dan berganti menggenggam tangan Kevin. Dia sedang meyakinkan apa yang dia yakini denganku bahwa itu benar.
“Oke…oke bukan saat yang tepat untuk memulai perdebatan. Dan karena aku di sini merasa bertanggung jawab dengan keselamatan kalian, aku akan ikuti semua rencana kalian. Tapi Mer, apa kamu udah punya rencana? Kita nggak mungkin naik aja dengan membawa percaya diri dan keyakinan tanpa adanya rencana” Kevin yang aku kenal di hari pertama MOS dan menjadi pasangan paling romantis di kampus dan pria yang suka bercanda kali ini benar-benar memasang muka serius.
“Kevin, aku nggak punya rencana apa-apa. Yang aku yakini sekarang kita harus ke atas, bertemu Mas Robet dan menanyakan ini semua. Karena setiap bagian yang aku lihat di saat tak sadarku tadi selalu ada Mas Robet. Mas Robet adalah poros dari masalah ini” Sekali lagi aku meyakinkan Kevin, walaupun dia sudah menyetujui pendapatku dan Rina tapi aku yakin dia masih ragu.
“Baiklah aku semakin nggak ngerti apa yang kamu omongin. Aku juga udah ngga bisa mikir sekarang, yang aku pikirkan adalah keselamatan kalian berdua” Jawab Kevin dengan tegas dan kali ini aku bisa melihat dari matanya dia hanya pasrah.




Aku menganggukan kepala, memberi tanda mereka kalau kita harus mulai jalan meninggalkan tempat ini menemui Mas Robet di atas. Setapak demi setapak kita lewati, tidak ada gangguan sedikit pun. Hanya lampu yang remang, udara dingin, dan suara hujan serta petir yang saling bergantin menemani langkah kami. Lantai satu aman, berhasil kita lewati. Menginjakan kaki di lantai dua tiba-tiba aku teringat dengan Andi! Aku menghentikan langkahku, begitu juga dengan langkah Kevina dan Rina terpaksa berhenti karena mereka berjalan beriringan di belakangku.
“Andi mana?” Aku berbalik ke arah Kevin dan Rina. Mereka saling menatap.
“Andi menghilang, tadi waktu aku membawamu turun ke lantai dasar, aku sudah berteriak memanggil nama dia. Tapi ngga ada respon balik” Jelas si Kevin yang juga kebingungan dengan keberadaan Andi.
“ Mer, kita naik dulu aja, kita temui Mas Robet. Setelah itu kita cari Andi. Kita harus fokus satu-satu dulu” Rina meyakinkanku dan aku mengangguk tanda setuju, walau beban pikiranku bertambah bertanya-tanya tentang keberadaan Andi.
Kita meneruskan perjalanan. Bukan perjalanan yang jauh, tapi perjalanan ini terasa amat panjang. Mungkin karena aku sudah kelelahan. Lantai dua pun kita lewati tanpa adanya hambatan. Ruang-ruang kosong yang kita lewati juga tidak terjadi hal aneh, hanya langkah kaki kita yang terdengar.
Sesampainya di lantai tiga, inilah lantai terakhir dan lantai tujuan nekat kita. Sesampainya di depan pintu perpustakaan, kita bertiga saling menatap. Saling meyakinkan dan memberi semangat bahwa kita siap untuk masuk ke dalam. Kevin membuka pintu perpustakaan, tidak terkunci dan tidak hancur seperti yang aku lihat ketika Andi berhasil merobohkan pintu itu sendirian. Kevin berada di depan, aku dan Rina mengikutinya. Langkah Kevin berhenti, dia menunjuk ke arah depan. Aku mendekati Kevin. Aku melihat Mas Robet dan Andi duduk berhadapan, mereka saling tatap tetapi tidak saling berbicara. Rina meraih lengan Kevin, mukanya pucat ketakutan. Sepertinya dia melihat sesuatu tetapi tidak bisa diungkapkan, dia lebih memilih menangis. Aku berjalan mendekat, begitu juga Kevin dan Rina mengikutiku.
“BERHENTI!” Teriakan Andi membuat berhenti langkah kami dan membuat kita tidak bisa berkata apa-apa.
“Silahkan kalian duduk” Andi menatap kita dan tiba-tiba ada tiga kursi yang bergerak dengan sendirinya mendekati Aku, Kevin, dan Rina.
Kita semua mengikuti kata Andi. Ada perasaan lega ketika melihat Andi baik-baik saja tetapi ada perasaan takut dengan nada bicaranya. Kelopak matanya terlihat lebih gelap, bahkan cenderung berwana hitam seperti orang tidak tidur berhari-hari. Kulitnya lebih pucat dari pada orang normal.
“Maaf sudah membawa kalian di semua hal gila ini. Mungkin kalian berpikir tak masuk akal. Tapi semua sudah terjadi. Kita sudah dipilih untuk meneruskan tradisi Serigala Merah. Dan mungkin kita adalah penerus terakhir” Andi menatap kita bertiga secara bergantian. Mas Robet tak bergerak sedikitpun apa lagi menoleh ke arah kita.
“Maksud kamu apa ndi?” Kevin memberanikan diri bertanya.
“Serigala Merah bukan seperti yang kalian pikirkan. Kita bukan sekedar kelompok biasa yang dipilih karena kita saling kenal. Tapi di balik itu ada beberapa orang yang berniat meneruskan tradisi ini. Serigala Merah adalah wadah sekelompok orang yang ingin membuktikan sesuatu. Sesuatu yang bisa menghubungkan dunia manusia dan dunia yang tak kasat mata. Serigala Merah adalah sekte gelap tentang penyembahan iblis yang sudah lama mati. Kita sebagai calon pengikutnya bertugas membebaskan semua iblis yang terikat di neraka. Ada tiga element penting untuk mewujudkan itu semua” Andi memejamkan mata, mulutnya tak terbuka lebar tetapi suaranya cukup keras untuk membuat bergema seluruh ruangan.
Aku diam mencoba menarik benang merah dengan semua yang sudah aku alami. Andi membicarakan tiga hal penting di Serigala Merah. Dan tiga hal itu terus-terusan berputar di kepalaku. Aku mencoba mengingat dari kejadian pertama. Di kejadian pertama mahasiwa baru diberi tugas yang hampir sama denganku, bedanya mereka membuat topeng. Setelah topeng itu jadi mereka menghilang entah kemana. Kejadian kedua adalah kejadian paling tak mengenakan. Ketika aku melihat Yesa diperkosa dan Mas Robet dipukul habis-habisan tak berdaya. Aku tak bisa menarik hal penting dari kejadian itu, yang aku tahu kejadian itu sungguh biadab. Membuat boneka, itu yang kita kerjakan dan setelah itu menimbulkan semua masalah ini.
“Topeng, boneka, dan Yesa” Entah ada hal apa yang mendorongku untuk bicara seperti itu. Tapi itu yang aku pikirkan setelah Andi berbicara tiga hal penting tersebut.
“Kamu benar, topeng dan boneka. Tapi tiga hal penting bukan Yesa, tapi lebih ke nyawa anggota Serigala Merah” Andi menatapku dan tersenyum. Dia merasa tak sia-sia sudah habis-habisan menyeretku dan membawaku ke masa lalu. Ternyata dia tidak salah membawaku untuk merangkai cerita yang hilang.
“Aku capek, aku pengen keluar dari sini!!” Teriakan Rani diiringi tangisan dan Kevin hanya bisa menenangkan lewat kata-kata dari tempat duduknya.
“Kita selesaikan ini bersama, aku sudah membereskan satu orang. Kita hentikan ritual ini. Walaupun sudah terlambat pantas kita coba” Andi kemudian diam. Tatapannya tajam ke arah tubuh yang terduduk kaku di kursi depannya.
“Kamu membunuh Mas Robet?” Tanyaku penasaran, apa yang Andi lakukan pada pria yang terduduk membelakangiku.
Tiba-tiba kursi yang di duduki pria itu bergetar. Angin yang sama seperti di lantai bawah tadi berhembus lagi. Perasaanku mulai tak enak, Rina semakin keras menangis. Kursi itu bergetar kencang hingga menggerakan tubuh pria tersebut. Tapi mendadak kursi berhenti bergetar, angin berhenti berhembus, dan Andi menundukan kepalanya. Di suasana yang semakin mencekam, tangisan Rina tiba-tiba berhenti, kepala pria itu berputar menghadap ke arah kami dan terdengar suara tulang leher pria itu patah.




“Dia bukan Mas Robet” Suara wanita yang sudah tak asing buatku tapi mungkin asing buat Rina dan Kevin. Sosok Yesa muncul dari belakang Andi. Yesa muncul dari kegelapan membawa bau anyir. Mukanya yang penuh darah, senyumnya yang mirip dengan pembunuh sadis film horror itu berdiri tepat di belakang Andi yang masih menundukan kepalanya. Aku teringat, pria tersebut adalah salah satu yang memperkosa Yesa malam itu dan aku ingat bahwa semua yang memperkosa Yesa adalah seniorku di kampus ini. Tapi mengapa Mas Robet diam? Padahal dia tahu pelakunya. Dan sekarang Mas Robet di mana?
“Kalian masih punya tugas harus kalian lakukan untuk mengakhiri Serigala Merah” Yesa meneruskan bicaranya, nada bicaranya semakin lama semakin berat.
Aku, Rina, dan Kevin saling menatap. Aku melihat Rina yang hanya bisa pasrah. Dari tatapannya selain ada ketakutan, ada sesuatu yang ingin dia sampaikan ke aku. Kevin juga menatapku, dia seperti kehilangan suara untuk mengambil sebuah tindakan. Aku kembali menatap Yesa, dia hanya tersenyum. Di pikiranku sekarang adalah apakah kita semua harus menjadi pembunuh untuk mengakhiri Serigala Merah ini?


Comments

Popular posts from this blog

Lagu Cover Keren Di YouTube

Entah kena angin apa tiba-tiba pengen menulis ini. Nggak papa ya, itung-itung berbagi informasi. Belakangan tahun ini Youtube lagi rame personal bahkan band ngover lagu orang dengan versinya sendiri. Ada yang lagu Pop dibikin Metal ada juga lagu metal yang dibikin bernuansa syahdu. Nah aku mau share beberapa lagu yang menurutku keren coverannya dan mungkin bisa jadi favorite kalian juga. Nggak usah lama-lam yuk cus cint... Boyce Avenue ganteng-ganteng, cari pacarnya pasti gampang Siapa sih yang nggak tau Boyce Avenue. Band Rock asal Amerika ini pasti banyak orang yang ngira satu orang doang, tapi ternyata mereka ini bertiga dan semuanya bersodara. Alejandro Luiz Manzano, Daniel Enrique Manzano, dan Rafael Fabian Manzano ini salah satu band yang terkenal karena cover-cover'an mereka di YouTube. Video coverannya sendiri sudah mencapai ratusan. Tapi ada beberapa coveran mereka yang aku suka: Photograph - Ed Sheeran (Boyce Avenue feat. Bea Miller acoustic cover) K

Pake Foto Bang Sandi Buat #PrankDioxjep

Siapa sih orang Indonesia yang nggak kenal Bang Sandi ini. Selama kampanye Pilgub DKI ini doi selalu memberi kita para netizen ide untuk membuat meme atau berbagai konten humor. Semua tingkah laku Bang Sandi yang tertangkap kamera selalu bisa bikin ketawa. Entah itu disengaja Bnag Sandi atau memang Bang Sandi ini suka bercanda. Nah semalem entah dapet ide dari mana tiba-tiba pengen nge-prank mantan dengan salah satu foto Bang Sandi. Dan berikut adalah kumpulan prank yang aku anggap paling lucu dari #PrankDioxjep semalam, cekidot: Telat Sadar @Ayyu_Amelia berhasil nge-prank @alfinmulyanaa. Si Mas Alfin udah terlanjur bilang sayang dan baru sadar ketika lihat Twitter. Hahahaha.. Sebuah Prinsip Kalau dilihat @kyydp_ sedang nge-prank gebetannya dan mereka belum pernah ketemu. Dan si mbak memberi jawaban yang mungkin bisa membuat @kyydp_ bergegas untuk bertemu. Karena ada lampu hijau tuh sob! Dibajak Waktu baca ini aku ngakak nggak pake spasi

Serigala Merah Part 9

Akhirnya jari-jariku sedikit bisa dilemaskan, jarum yang aku pegang terjatuh. Kakiku mulai bergetar. Melihat di depanku ada dua sosok tubuh yang tak bergerak. Aku bingung, aku ingin lari. Tetapi aku begitu takut dengan kematian. Aku takut nafsu membunuh Andi muncul lagi ketika melihatku mendadak berlari mendobrak pintu ruangan ini. “Di mana Rina dan Kevin?” Aku masih memikirkan mereka berdua. Aku sangat khawatir dengan nasib mereka. Aku kepikiran dengan ancaman Andi. Apakah mereka berdua mencoba melarikan diri? Apakah mereka berhasil melarikan diri? Atau mereka sudah tergeletak tak berdaya atau bahkan tak bernyawa? “Aku juga tidak tahu. Yang pasti jika mereka tidak kembali berarti mereka melanggar permainan ini” Andi berjalan mendekatiku. Di balik topeng itu membuat Andi menjadi sosok yang terlihat lebih kejam dari pada sebelumnya. Aku hanya diam. Tak berani menanyakan lebih lanjut keberadaan Rina dan Kevin. Posisiku sekarang terlalu lemah dan bingung. Untuk menolong d