Skip to main content

Serigala Merah Part 6



Aku perlahan berdiri, kakiku lecet penuh luka. Diseret dari depan ruang kelas hingga memasuki kamar mandi lagi. Aku melihat ke belakang, orang yang menarikku tak terlihat. Aku mendekatkan muka ke kaca, di sekitar kening terasa perih. Aku melihat ada luka gores, mungkin karena pecahan kaca di jendela.Tiba-tiba pintu bilik kamar mandi terbuka perlahan, suaranya seperti film horor-horor ketika makhluk tak kasat mata membuka pintu untuk menakut-nakuti tokoh utama. Tanpa menoleh, hanya dengan melihat di kaca tak terlihat sosok apa pun di salah satu bilik di belakangku. Hanya bau anyir mulai tercium. Bau itu aku sangat yakin berasal dari bilik-bilik tersebut. Tapi tubuhku tak aku biarkan nekat masuk ke salah satu bilik hanya untuk mencari sumber bau ini, yang aku pikirkan hanya berlari. Bau semakin menyengat dan tubuhku mulai memberikan kode untuk berlari secepat yang aku bisa. Tapi permintaan tubuhku tak aku tepati, aku hanya perlahan-lahan menjauh dari depan kaca dan menuju pintu keluar. Sesampainya di depan pintu aku pegang gagangnya, sangat dingin dan terdengar hujan sangat lebat di luar. Aku buka dengan cepat pintu kamar mandi, dan mataku tak bisa berkedip ketika di depan mataku ada pria berbadan hitam, dengan mata merah menyala. Belum sempat aku berteriak atau menerobos tubuhnya, tiba-tiba dia berteriak sangat kencang. Suaranya sangat keras, hingga menggema. Aku jongkok, menutup telingaku, dan memejamkan mataku. Hingga mulutku pun terbuka, aku ikut berteriak. Iya aku berteriak karena benar-benar ketakutan. Teriakanku ternyata berhasil membuatnya berhenti berteriak, aku pun berhenti berteriak. Suasana di sekitar kembali sepi. Aku buka mataku, aku langsung berdiri, menengok ke segala arah memastikan suasana aman. Aku tahu tempat ini, ini adalah lantai satu ruang perpustakaan. Bagaimana aku bisa sampai di sini tanpa berjalan menuruni tangga? Dan suasana lantai satu kembali seperti ketika aku berada di lantai dua sebelum mahasiswa itu tertarik ke dalam ruang kelas kemudian menghilang. Lampu-lampu setiap ruangan menyala sangat terang, banyak mahasiswa yang membawa buku berjalan sambil ngobrol bahkan bercanda dengan temannya. Terdengar suara dari speaker bahwa seluruh mahasiswa diminta ke aula untuk mendapatkan penyuluhan. Aku kembali sadar ini adalah ospek mahasiswa baru tapi yang aku lihat mereka bukan mahasiswa dari angkatanku atau angkatan sebelumku. Aku mengikuti langkah mahasiswa-mahasiswa baru ini menuju aula. Di sepanjang perjalanku menuju aula, aku melihat sekitar. Hanya pepohonan besar. Pepohonan besar ini seharusnya sudah tidak ada, harusnya di situ adalah lapangan kampus. Entah sekarang tahun berapa, aku yakin ini kampusku tapi bukan tahunku.



Sesampainya di aula aku duduk di belakang ruangan. Seperti ospek yang aku alami, mereka disuruh membuat kelompok. Tapi kali ini berbeda, mereka tidak dipisah-pisah per kelompok sepertiku dan mengerjakan tugas kelompok mereka di ruangan yang ditentukan panitia ospek. Ternyata di luar dekat pepohonan besar itu sudah dibangun kemah-kemah sebagai tempat menginap para mahasiswa baru. Semua mahasiswa berbondong-bondong menuju perkemahan tersebut. Di masing-masing tenda sudah tertulis nomer-nomer. Mahasiswa baru ini mulai membentuk kelompok dan mencocokan nomer yang ada di kertas yang diberikan panitia dengan nomer yang ada di tenda. Pandanganku teralihkan ketika ada segerombolan mahasiswa lewat di belakangku menjauh dari perkemahan. Aku mengawasi mereka, mereka menuju gedung paling belakang kampus ini. Gedung yang berdiri megah tersebut adalah gedung perpustakaan kampusku. Ada perasaan yang mendorongku untuk mengikuti mereka. Mereka memasuki gedung itu dengan tergesa-gesa. Sesampainya di dalam gedung mereka sosok pria dan wanita. Sosok pria dan wanita tersebut wajahnya tak asing buatku. Semakin mendekat aku tersadar bahwa pria itu adalah Mas Robet dan wanita itu adalah Yesa. Mereka tampak begitu akrab, aku melihat tangan Yesa menggenggam tangan Mas Robet dengan mesranya.
“Cie pacaran mulu nih” Celetukan bernada mengejek Mas Robet dan Yesa. Mas Robet dan Yesa hanya menjawab dengan senyum.
“Karena kalian sudah datang dan kalian juga sudah aku jelasin tujuan kita di sini apa, sekarang aku tak mau banyak menjelaskan. Dari beberapa mahasiswa yang kalian temui apakah ada yang cocok untuk dijadikan tumbal kita?” Tanya mas Robet kepada keempat orang di depannya. Dan jantungku langsung berdetak cepat ketika mendengar kata Mas Robet soal tumbal ini.
“Ngga ada sih, tapi mungkin kita naik ke atas dulu aja, ada yang ingin aku sampaikan sama kamu Bet” Salah satu dari keempat orang tersebut maju ke depan, berdiri tepat di hadapan Mas Robet.
Mas Robet cuma mengiyakan, Yesa cuma diam. Mereka berenam berjalan menuju ke atas. Tanpa saling berbicara hanya beberapa kali keluar dari mulut Yesa kalau dia bilang takut dan Mas Robet selalu menenangkan dengan nada sayang. Sebuah fakta yang tak bisa kubantah melihat kejadian ini bahwa Mas Robet dan Yesa pasti punya hubungan yang dekat. Sesampainya di perpustakaan, salah satu dari mereka menutup pintu dan menguncinya. Tiba-tiba ada suara teriakan Yesa dan terdengar suara seperti orang berkelahi. Aku berlari mendekati mereka. Dan di sana aku melihat Mas Robet sudah tersungkur. Yesa dipegang erat oleh salah satu dari mereka, kedua orang lainnya mengeroyok Mas Robet dan salah satu orang masih berjaga-jaga di depan pintu perpustakaan. Ketiga orang tersebut mengikat tangan Mas Robet dan Yesa.
“Robet denger ya, kita berempat lebih berhak memutuskan dan menentukan siapa yang bakal jadi tumbal Serigala Merah. Seperti buku pedoman yang kita baca, untuk membangkitkan Serigala Merah perlu mengorbankan salah satu anggota kita atau orang mau dengan ikhlas menjadi tumbal. Dan kamu harus tau, di awal kita punya niat membentuk Serigala Merah cuma Yesa yang tak pernah ada gunanya!” Salah satu orang yang tadi berbicara dengan Mas Robet di bawah berbicara sangat keras dan terlihat murka.
“Dan kamu harus tau, aku sudah mengincar Yesa dari pertama kali masuk kampus ini. Tapi apa! Dia lebih memilihmu dari pada aku!” Belum Mas Robet menjawab, orang ini tak berhentinya marah-marah sambil menjambak rambut Mas Robet yang mukannya sudah penuh darah.
Yesa terus menangis, tak henti-hentinya dia mengucapkan ampun kepada ketiga orang tersebut. Ketiga orang tersebut saling menatap satu sama lain, seperti sudah ada yang direncanakan. Akhirnya mereka memaksa Yesa untuk tidur di depan Mas Robet, salah satu dari mereka memegang Mas Robet dari belakang, sementara yang lain melucuti baju Yesa. Aku seperti tertahan, beberapa kali aku meneriaki mereka dan mencoba melangkah jauh lebih dekat tetapi seperti ada yang menahan kakiku. Aku hanya bisa panik dan aku hanya diperbolehkan melihat Yesa diperkosa bergantian tanpa bisa membantunya, Aku melihat Mas Robet menangis, ingin berontak tapi badannya sudah terlalu lemah untuk melakukan itu.
Puas menodai Yesa salah satu dari mereka mengeluarkan belati, menancapkan tepat di jantung Yesa. Yesa merintih kesakitan, mereka berempat membentuk lingkaran mengelilingi Yesa, membiarkan Yesa sekarat dan kehabisan darah. Mas Robet sudah terlanjur pingsan antara tidak kuat menahan sakitnya dan tidak tega melihat Yesa. Mereka seperti mengucapkan mantra yang aneh, Yesa terlihat sudah sangat sekarat dan akhirnya tidak bergerak. Keempat orang ini saling menatap dan salah satu orang mengucapkan “Untuk kebangkitan Serigala Merah” dan yang lain mengulang kata tersebut.




Setelah itu mereka memakaikan kembali baju Yesa dan aku terkejut luka belati di dada Yesa hilang begitu saja. Mereka menggendong Yesa keluar ruang perpustakaan dan melemparkan tubuhnya ke bawah. Tiba-tiba kakiku bisa digerakan, aku berlari menuju Mas Robet berkali-kali aku memanggil namanya dan mencoba menggerakan badannya tetapi sia-sia, semua sentuhanku menembus tubuhnya. Aku menengok ke arah ke empat orang tersebut memastikan mereka tak kembali memasuki ruangan perpustakaan. Dan waktu aku berbalik ke arah Mas Robet, dia sudah membuka mata dengan wajah penuh darah. Mas Robet melihatku, menatap tajam. Belum sempat aku menanyakan keadaannya, tiba-tiba aku dicekik. Mas Robet menindihku dan meremas leherku sangat kuat. Aku kesulitan bernapas, dadaku sesak, mataku kehilangan cahaya hanya ada gelap. Jadi ini rasanya mati. 




Comments

Popular posts from this blog

Lagu Cover Keren Di YouTube

Entah kena angin apa tiba-tiba pengen menulis ini. Nggak papa ya, itung-itung berbagi informasi. Belakangan tahun ini Youtube lagi rame personal bahkan band ngover lagu orang dengan versinya sendiri. Ada yang lagu Pop dibikin Metal ada juga lagu metal yang dibikin bernuansa syahdu. Nah aku mau share beberapa lagu yang menurutku keren coverannya dan mungkin bisa jadi favorite kalian juga. Nggak usah lama-lam yuk cus cint... Boyce Avenue ganteng-ganteng, cari pacarnya pasti gampang Siapa sih yang nggak tau Boyce Avenue. Band Rock asal Amerika ini pasti banyak orang yang ngira satu orang doang, tapi ternyata mereka ini bertiga dan semuanya bersodara. Alejandro Luiz Manzano, Daniel Enrique Manzano, dan Rafael Fabian Manzano ini salah satu band yang terkenal karena cover-cover'an mereka di YouTube. Video coverannya sendiri sudah mencapai ratusan. Tapi ada beberapa coveran mereka yang aku suka: Photograph - Ed Sheeran (Boyce Avenue feat. Bea Miller acoustic cover) K

Pake Foto Bang Sandi Buat #PrankDioxjep

Siapa sih orang Indonesia yang nggak kenal Bang Sandi ini. Selama kampanye Pilgub DKI ini doi selalu memberi kita para netizen ide untuk membuat meme atau berbagai konten humor. Semua tingkah laku Bang Sandi yang tertangkap kamera selalu bisa bikin ketawa. Entah itu disengaja Bnag Sandi atau memang Bang Sandi ini suka bercanda. Nah semalem entah dapet ide dari mana tiba-tiba pengen nge-prank mantan dengan salah satu foto Bang Sandi. Dan berikut adalah kumpulan prank yang aku anggap paling lucu dari #PrankDioxjep semalam, cekidot: Telat Sadar @Ayyu_Amelia berhasil nge-prank @alfinmulyanaa. Si Mas Alfin udah terlanjur bilang sayang dan baru sadar ketika lihat Twitter. Hahahaha.. Sebuah Prinsip Kalau dilihat @kyydp_ sedang nge-prank gebetannya dan mereka belum pernah ketemu. Dan si mbak memberi jawaban yang mungkin bisa membuat @kyydp_ bergegas untuk bertemu. Karena ada lampu hijau tuh sob! Dibajak Waktu baca ini aku ngakak nggak pake spasi

Serigala Merah Part 9

Akhirnya jari-jariku sedikit bisa dilemaskan, jarum yang aku pegang terjatuh. Kakiku mulai bergetar. Melihat di depanku ada dua sosok tubuh yang tak bergerak. Aku bingung, aku ingin lari. Tetapi aku begitu takut dengan kematian. Aku takut nafsu membunuh Andi muncul lagi ketika melihatku mendadak berlari mendobrak pintu ruangan ini. “Di mana Rina dan Kevin?” Aku masih memikirkan mereka berdua. Aku sangat khawatir dengan nasib mereka. Aku kepikiran dengan ancaman Andi. Apakah mereka berdua mencoba melarikan diri? Apakah mereka berhasil melarikan diri? Atau mereka sudah tergeletak tak berdaya atau bahkan tak bernyawa? “Aku juga tidak tahu. Yang pasti jika mereka tidak kembali berarti mereka melanggar permainan ini” Andi berjalan mendekatiku. Di balik topeng itu membuat Andi menjadi sosok yang terlihat lebih kejam dari pada sebelumnya. Aku hanya diam. Tak berani menanyakan lebih lanjut keberadaan Rina dan Kevin. Posisiku sekarang terlalu lemah dan bingung. Untuk menolong d