Skip to main content

Serigala Merah Part 5



Aku terus berteriak berharap akan ada yang mendengar. Andi tak mau berhenti bahkan tak sedikitpun menengok ke arahku. Matanya sangat tajam, langkahnya tak berhenti untuk menyeret tubuhku yang masih terikat di atas kursi. Andi membuka pintu, kemudian dihadapkanku ke depan kaca. Andi menyeretku hingga kamar mandi. Tanpa mengucap sesuatu dia melepas tali yang mengikat melingkari tubuhku. Kemudian dia memaksaku berdiri menghadap kaca. Kamar mandi yang beberapa jam lalu aku menemukan Andi terkunci di dalamnya dengan keadaan gelap gulita mendadak lampunya menyala walaupun hanya remang-remang. Andi memegangku erat dari belakang, memastikan aku tak kabur atau balik melawan dia. Itu pun tak mungkin aku lakukan, melihat kondisi tubuhku sendiri yang sudah benar-benar lemas. Di kaca terlihat bayanganku dan Andi. Mukaku yang ketakutan sungguh terlihat jelas di kaca. Muka Andi lebih bengis dari pada saat pertama aku lihat tadi. Bayanganku di kaca tiba-tiba memudar, begitu juga bayangan Andi. Perlahan di dalam kaca terbentuk sosok. Awalnya tak jelas, hanya seperti bayangan hitam. Lama-kelamaan bayangan itu semakin jelas, bayangan hitam itu berubah menjadi sosok yang tadi mengaku dirinya adalah Yesa. Andi memelukku dari belakang, bukan pelukan hangat sebagai teman tapi lebih ke berjaga-jaga agar aku tak lari ketakutan melihat sosok itu. Sosok itu menggerakan tangannya, perlahan tangannya keluar dari balik kaca. Tangan itu berhenti tepat di mukaku, jari telunjuknya menyentuh keningku. Tiba-tiba andi mendekatkan mulutnya ke telingaku. Aku bisa merasakan nafas yang sangat panas keluar dari mulut serta hidung Andi.
"Ini awal permainan, yang kamu lihat setelah ini adalah nyata. Semua keputusan ada di tanganmu. Hanya ada dua akhir cerita; hidup atau mati" Mataku terasa berat, kata-kata yang diucapkan Andi seperti mantra yang bisa memaksaku tidur. Ternyata berhasil, mataku benar-benar tertutup. Aku diserang rasa kantuk yang hebat.



Dalam tidur aku mendengar suara orang-orang yang sedang berbicara, bercanda, hingga tertawa terbahak-bahak. Aku sadarkan diri, mataku perlahan terbuka. Kepalaku sangat berat, pusing, seperti orang terlalu banyak tidur. Aku melihat sekeliling ternyata aku tertidur di salah satu bilik kamar mandi. Di luar bilik terdengar suara-suara yang ada di dalam tidurku tadi. Aku buka kunci pintu bilik kamar mandi, berharap yang sedang bercanda di luar adalah manusia bukan setan atau sejenisnya. Tanganku gemetar saat membuka pintu, aku mengintip perlahan, aku melihat ada tiga wanita yang sedang memakai make up di depan kaca. Wanita-wanita yang sebaya denganku dan memakai jas almamater sepertiku. Aku lihat kakinya ternyata menyentuh tanah dan bisa aku pastikan mereka manusia sama sepertiku. Aku beranikan keluar dari bilik kamar mandi. Tanganku mencoba meraih pundak salah satu dari mereka, tapi sentuhanku tembus. Aku menarik mundur tubuhku, menoleh ke arah kaca dan tidak ada pantulan bayanganku. Aku panik, aku mencoba memegang mereka dan berteriak minta tolong. Tetapi percuma, mereka sepertinya tidak menyadari keberadaanku. Tubuhku lemas, terjatuh duduk di belakang mereka, mereka masih saja bercanda. Aku langsung berpikir ini hanya mimpi, beberapa kali aku coba menutup kemudian membuka mata dan menampar pipiku sendiri tetapi rasa sakit. Ini nyata, ini bukan mimpi tapi mengapa mereka tak menyadari keberadaanku?

Tak lama kemudian mereka berjalan keluar meninggalkan kamar mandi. Sepertinya mereka sudah selesai merias wajahnya. Aku berdiri mengikuti mereka berharap ada yang melihat keberadaanku kemudian menolongku. Baru dua langkah aku berjalan keluar kamar mandi untuk mengikuti mereka tiba-tiba aku berhenti. Aku melihat sekitar gedung ini tak asing di mataku. Aku pernah ke sini sebelumnya. Aku tersadar ini kampusku, ini lantai dua gedung perpus. Tapi suasana gedung ini berbeda sewaktu aku memasuki bersama teman-temanku. Gedung ini lebih terang karena lampunya menyala semua. Dan gedung ini ramai, banyak mondar-mandir mahasiswa yang menggunakan jas almamater maupun yang menggunakan pakaian bebas. Aku masih takut untuk menyusuri gedung ini, walaupun aku tahu gedung ini. Pikiranku masih kacau dan masih bingung dari tadi banyak yang lewat di depanku tetapi tak ada satu pun yang menoleh ke arahku. Saat aku melihat ke arah tangga aku melihat seorang pria yang wajahnya tak asing. Iya benar, itu Mas Robet!! Aku berlari ke arah dia, berkali kali aku panggil namanya tetapi dia terus berjalan tak menyadari keberadaanku seperti wanita-wanita yang aku temui di kamar mandi tadi. Aku terus mengikuti Mas Robet, mulutku tak henti-hentinya memanggil namanya. Berkali-kali aku coba menggapai tangannya tetapi selalu tembus. Aku mulai menangis ketakutan, apa aku sebenarnya sudah mati?

Mas robet memasuki salah satu ruang kelas di lantai dua, ruang kelas paling ujung, ruang kelas di mana tubuhku terikat di kursi dan pertama kalinya aku bertemu sosok yang mengaku bernama Yesa. Di dalam ruangan itu sudah ada tiga orang yang duduk bergerombol. Mas Robet menyapa mereka, mereka menyapa balik.
"Bagaimana persiapan untuk nanti malam? Pembagian group sudah ada yang kalian pilih?" Mas Robet melemparkan pertanyaan kepada ketiga orang itu.
"Sudah, ada beberapa nama yang kita pilih. Mungkin kamu bisa cek dulu data mereka" Salah satu dari mereka menjawab dan memberi amplop besar berwarna merah. Mas Robet membuka amplop itu, mengeluarkan kertas-kertas berisi data mahasiswa baru beserta fotonya. Data seperti ini juga aku isi ketika pertama mengikuti ospek. Dengan data itu para senior dengan mudah mengetahui nama kami. Setelah membaca satu per satu data, Mas Robet menanyakan pendapat tentang nama-nama mahasiswa dan mahasiswi yang tertulis di data tersebut ke teman-temannya. Mas Robet memasukan beberapa data dan sebagian besarnya hanya ditaruh di atas meja.
"Ini aku sudah memilih, empat orang yang akan mengikuti Serigala Merah" Mas Robet menyerahkan kembali amplop berisi data mahasiswa baru itu ke temannya. Aku menatap dia, ada senyum yang tak ramah, tak seperti Mas Robet yang aku temui ketika kita berjalan menuju ke gedung perpus di hari terakhir ospek.
Aku berjalan mundur dari mereka. Aku mencoba memahami apa yang terjadi. Apa yang sebenarnya mereka rencanakan? Tiba-tiba tubuhku bagian belakang menjadi hangat. Kemudian dari arah belakang ada yang memelukku erat, aku menoleh. Wajah yang tak asing, ternyata sosok yang mengaku Yesa tersenyum, kemudian senyum itu menjadi menakutkan, senyumnya melebar hingga menyobek pipinya. Darah terus keluar dari senyum itu dan aku teriak kemudian kembali pingsan.


Terdengar langkah kaki berjalan melewatiku dan jeritan wanita seperti sedang ditakut-takuti kemudian disusul suara tertawa para pria. Mataku terbuka, aku melihat kipas angin yang berputar sangat pelan. Aku mencoba duduk dan melihat sekitar. Kali ini banyak rak buku mengelilingku, aku tersadar ini perpus kampusku. Suasana perpus kali ini sama dengan suasana perpus waktu pertama aku masuk ke sini. Minim penerangan dan bau-bau buku lama yang tak terawat. Aku melihat bayangan di depanku, tak cuma satu tetapi ada beberapa bayangan orang dewasa yang sedang berkumpul. Mereka sedang membicarakan sesuatu tapi tak terdengar dari sini. Aku mencoba memberanikan diri mendekati mereka. Aku berharap salah satu mereka adalah Rina, Kevin dan Andi. Setelah jarakku cukup dekat ternyata aku salah. Ada empat orang yang tidak aku kenal tetapi salah satu dari kelima orang ini ada yang aku kenal, iya dia Mas Robet. Tidak lama kemudian Mas Robet meninggalkan mereka, sepertinya aku terlambat, obrolan mereka sudah selesai.
"Oke aku cari bukunya, kalian buat topengnya" Dua dari ke empat orang tersebut pergi ke arah rak-rak buku besar. Sepertinya mereka sedang berbagi tugas.berempat berbagi tugas. Dua orang lagi mengeluarkan kertas, gunting, dan tali dari tas. Aku terus mengamati, wajah mereka sangat tenang bahkan beberapa kali mereka saling melempar candaan. Mungkin hampir setengah jam aku hanya duduk sambil mencoba memikirkan apa yang terjadi. Karena untuk kedua kalinya orang-orang ini tak menyadari keberadaanku. Dua orang kembali dari pencariannya, masing-masing membawa setumpuk buku. Hanya dengan penerangan berupa lilin, kedua orang tersebut memulai membuka buku tersebut satu per satu. Entah apa yang mereka cari tetapi muka mereka benar-benar serius.
"SELESAI!" Salah satu mahasiswi itu berteriak menandakan benda yang dia buat sudah selesai. Yang mereka buat adalah topeng putih polos yang hanya dilubangi di bagian mata, mulut, dan lubang hidung. Dan aku menyadari mereka sedang mengerjakan tugas ospek sepertiku bersama teman-temanku membuat boneka yang sekarang tak tahu keberadaannya di mana.
"Kita juga sudah menemukan buku yang ada di kertas tantangan itu, yuk kita turun ke lantai dua. Mungkin Mas Robet juga udah di sana. Jangan lupa kita pake topengnya sekalian kita nakut-nakutin Mas Robet. hahahaha." Jawab salah satu dari mereka sambil membagikan topeng yang sudah dibuat oleh salah satu dari mereka.

Mereka berjalan meninggalkan perpus menuju lantai dua. Perasaan takutku terganti dengan rasa penasaran. Pasti ini semua ada maksudnya dan pasti berhubungan dengan apa yang aku alami. Sesampai di lantai dua mereka memanggil-manggil nama Mas Robet, tetapi hanya udara dingin dan gema suara mereka sendiri yang terdengar jelas. Mereka memutuskan untuk duduk di depan salah satu ruangan di lantai dua. Tiba-tiba angin berhembus sangat kencang, mereka berusaha menjaga lilin tetap menyala tetapi usaha mereka gagal. Salah satu dari mereka berteriak, teriakan wanita yang sangat ketakutan dengan kegelapan. Kaca-kaca jendela di belakang tempat duduk mereka bergetar, seperti ada sesuatu yang kuat menggoncangnya. Mereka semua berteriak menjauhi jendela dan bersandar ke tembok. Kaca-kaca itu akhirnya pecah, suara bising berasal dari dalam ruangan kelas seperti badai, angin pun yang berhembus mulai tak normal, lantai dua ini seperti sedang terserang badai. Kursi-kursi mulai ikut terlempar karena angin ini, papan-papan pengumuman mulai berjatuhan. Lampu mendadak menyala, mati kemudian menyala lagi secara berkala dalam hitungan detik. Rasa penasaranku mulai menjadi ketakutan lagi ketika satu per satu tubuh mereka terangkat. Teriakan mereka semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya tubuh mereka tertarik ke dalam ruang kelas melalui jendela-jendela. Kemudian suasana hening, lampu menyala, terlihat kursi-kursi masih di tempat semula dan tidak ada satupun kaca yang pecah. Teriakan mereka tak terdengar lagi, mereka menghilang di badai tadi. Aku panik, mencoba mencari dan percuma aku meminta pertolongan tidak ada yang melihatku. Aku mendekati ke arah jendela di mana mereka terseret ke dalam kelas. Aku mengamati ruangan kelas, sangat rapi, padahal beberapa menit yang lalu angin merusak segala yang ada di lantai dua. Mataku tiba-tiba berhenti mencari ketika ada selembar kertas yang melayang di dalam ruangan. Perlahan kertas itu jatuh. Aku naik ke kursi, pikirku dengan naik aku bisa menemukan keempat mahasiswa itu tergeletak di lantai. Setelah aku pastikan berdiriku di kursi ini aman tidak goyah dan mencoba melihat lagi ke dalam kelas tiba-tiba muncul dari bawah jendela topeng yang di buat mahasiswa tadi. Karena kaget aku terjatuh ke belakang, di kening topeng itu tertuliskan "Mereka anggota pertama". Belum sempat aku beridiri untuk mendekat ada seseorang memegang pundakku. Kepalaku menoleh perlahan, belum sempat melihat siapa yang memegang pundakku, tiba-tiba dia menarikku dengan sangat kencang. Aku berteriak, menangis, tapi dia tak ada ampun atau menghentikan langkahnya. Apa lagi ini? Andi apa kamu yang menarikku lagi? Aku lebih baik mati dari pada dihantui teka-teki ini.


Comments

Popular posts from this blog

Lagu Cover Keren Di YouTube

Entah kena angin apa tiba-tiba pengen menulis ini. Nggak papa ya, itung-itung berbagi informasi. Belakangan tahun ini Youtube lagi rame personal bahkan band ngover lagu orang dengan versinya sendiri. Ada yang lagu Pop dibikin Metal ada juga lagu metal yang dibikin bernuansa syahdu. Nah aku mau share beberapa lagu yang menurutku keren coverannya dan mungkin bisa jadi favorite kalian juga. Nggak usah lama-lam yuk cus cint... Boyce Avenue ganteng-ganteng, cari pacarnya pasti gampang Siapa sih yang nggak tau Boyce Avenue. Band Rock asal Amerika ini pasti banyak orang yang ngira satu orang doang, tapi ternyata mereka ini bertiga dan semuanya bersodara. Alejandro Luiz Manzano, Daniel Enrique Manzano, dan Rafael Fabian Manzano ini salah satu band yang terkenal karena cover-cover'an mereka di YouTube. Video coverannya sendiri sudah mencapai ratusan. Tapi ada beberapa coveran mereka yang aku suka: Photograph - Ed Sheeran (Boyce Avenue feat. Bea Miller acoustic cover) K

Pake Foto Bang Sandi Buat #PrankDioxjep

Siapa sih orang Indonesia yang nggak kenal Bang Sandi ini. Selama kampanye Pilgub DKI ini doi selalu memberi kita para netizen ide untuk membuat meme atau berbagai konten humor. Semua tingkah laku Bang Sandi yang tertangkap kamera selalu bisa bikin ketawa. Entah itu disengaja Bnag Sandi atau memang Bang Sandi ini suka bercanda. Nah semalem entah dapet ide dari mana tiba-tiba pengen nge-prank mantan dengan salah satu foto Bang Sandi. Dan berikut adalah kumpulan prank yang aku anggap paling lucu dari #PrankDioxjep semalam, cekidot: Telat Sadar @Ayyu_Amelia berhasil nge-prank @alfinmulyanaa. Si Mas Alfin udah terlanjur bilang sayang dan baru sadar ketika lihat Twitter. Hahahaha.. Sebuah Prinsip Kalau dilihat @kyydp_ sedang nge-prank gebetannya dan mereka belum pernah ketemu. Dan si mbak memberi jawaban yang mungkin bisa membuat @kyydp_ bergegas untuk bertemu. Karena ada lampu hijau tuh sob! Dibajak Waktu baca ini aku ngakak nggak pake spasi

Serigala Merah Part 9

Akhirnya jari-jariku sedikit bisa dilemaskan, jarum yang aku pegang terjatuh. Kakiku mulai bergetar. Melihat di depanku ada dua sosok tubuh yang tak bergerak. Aku bingung, aku ingin lari. Tetapi aku begitu takut dengan kematian. Aku takut nafsu membunuh Andi muncul lagi ketika melihatku mendadak berlari mendobrak pintu ruangan ini. “Di mana Rina dan Kevin?” Aku masih memikirkan mereka berdua. Aku sangat khawatir dengan nasib mereka. Aku kepikiran dengan ancaman Andi. Apakah mereka berdua mencoba melarikan diri? Apakah mereka berhasil melarikan diri? Atau mereka sudah tergeletak tak berdaya atau bahkan tak bernyawa? “Aku juga tidak tahu. Yang pasti jika mereka tidak kembali berarti mereka melanggar permainan ini” Andi berjalan mendekatiku. Di balik topeng itu membuat Andi menjadi sosok yang terlihat lebih kejam dari pada sebelumnya. Aku hanya diam. Tak berani menanyakan lebih lanjut keberadaan Rina dan Kevin. Posisiku sekarang terlalu lemah dan bingung. Untuk menolong d